Bagaimana mekanisme Perubahan Peraturan Desa dan Perubahan Keputusan Kepala Desa?
Jawaban:
Berdasarkan Lampiran Perda Kabupaten Wonogiri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa, perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa dapat menggunakan contoh format seperti berikut:
PERATURAN DESA ...............
NOMOR ........... TAHUN ...........
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DESA ................. NOMOR ......... TAHUN ..........
TENTANG ...................................................
Dalam konsiderans Menimbang Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang diubah, harus dikemukakan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan.
Batang tubuh Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang diubah, hanya ditulis dengan angka Romawi, dimana pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan sebagai berikut:
1. Pasal I memuat segala sesuatu perubahan dengan diawali penyebutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Desa yang diubah dan urutan perubahanperubahan tersebut hendaknya ditandai dengan huruf besar A, B, C dan seterusnya.
2. Pasal II memuat ketentuan mengenai mulai berlakunya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Keputusan Kepala Desa perubahan tersebut.
3. Apabila Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa sudah mengalami perubahan berulang kali, sebaiknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut dicabut dan diganti Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru.
4. Apabila pembuatan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa bertujuan mengubah secara besarbesaran demi kepentingan pemakai, lebih baik apabila dibentuk Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru.
Cara-cara merumuskan perubahan Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa (dalam Pasal I) sebagai berikut:
Apabila suatu Bab, Bagian, Pasal atau ayat akan dihapuskan, angka satu nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskan tetapi tanpa isi, hanya dituliskan “dihapus”.
Apabila di antara dua pasal akan disisipkan suatu pasal baru yang tidak merupakan suatu penggantian dari suatu pasal yang telah dihapuskan itu, maka pasal baru itu tidak boleh ditempatkan pada tempat pasal yang dihapuskan. Dalam penulisannya pasal baru itu ditempatkan di antara kedua pasal tersebut dan diberi nomor sesuai dengan pasal yang terdahulu dan ditambahkan dengan huruf A (Kapital).
Apabila di antara dua ayat akan disisipkan ayat baru, maka ayat baru tersebut ditempatkan di antara kedua ayat yang ada dan diberi nomor sesuai dengan ayat yang terdahulu dengan menambahkan huruf a.
Apabila suatu perubahan mengenai peristilahan yang mempunyai kesatuan makna, maka perubahannya diusahakan agar tidak menimbulkan suatu pengertian baru.
Apakah laporan pertanggungjawaban realisasi APB Desa bisa ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa?
Jawaban:
Merujuk pada ayat (2) dan (3) Pasal 78 Peraturan Bupati Wonogiri Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, laporan pertanggungjawaban realisasi APB Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Hal tersebut dikarenakan rancangan realisasi APB Desa harus dibahas dan disepakati bersama antara Kepala Desa dan BPD.
Adapun ayat (2) dan ayat (3) Pasal 78 Peraturan Bupati Wonogiri Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang dimaksud berbunyi seperti berikut:
(2) Laporan pertanggungjawaban realisasi APB Desa disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(3) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan:
a. laporan keuangan, terdiri atas: laporan realisasi APB Desa dan CaLK
b. laporan realisasi kegiatan; dan
c. daftar program sektoral, program daerah dan program lainnya yang masuk ke Desa.
Apakah direktur BUM Desa dapat dipilih oleh Kepala Desa?
Jawaban:
Merujuk pada Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021, direktur BUM Desa/BUM Desa Bersama dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa.
Adapun Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa yang dimaksud berbunyi seperti berikut:
(1) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c diangkat oleh Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa.
(2) Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa memilih pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari nama yang diusulkan oleh Kepala Desa, badan permusyawaratan desa, dan/atau unsur masyarakat.
(3) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh direktur BUM Desa/BUM Desa Bersama.
(4) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan orang perseorangan yang harus memenuhi persyaratan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta memiliki dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan BUM Desa/BUM Desa bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa bersama.
Sedangkan peran Kepala Desa dalam BUM Desa adalah sebagai penasihat, sesuai dengan ayat (1) Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 yang berbunyi: “Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dijabat secara rangkap oleh Kepala Desa”.
Apakah penyertaan modal ke BUMDES dari desa yang bersumber dari Dana Desa itu dikembalikan lagi ke desa? Bagaimana mekanisme pengembaliannya?
Jawaban:
Penyertaan modal dari desa ke BUMDES yang berasal dari Dana Desa dikembalikan ke desa sesuai dengan ketentuan di Peraturan Desa tentang Penyertaan Modal. Penyertaan modal tersebut harus taat pada peraturan Bupati Wonogiri Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa pasal 35 ayat (4) huruf b tentang penyertaan modal menyebutkan adanya Peraturan Desa tentang Penyertaan Modal BUM Desa yang memuat paling sedikit:
1. jumlah modal yang disertakan;
2. mekanisme pengembalian modal;
3. alokasi keuntungan untuk Desa setiap periode pengelolaan;
4. hak dan kewajiban pihak Desa dan BUM Desa secara kelembagaan; dan
5. jangka waktu penyertaan modal.
Oleh karena itu, terkait pengembalian modal wajib dicantumkan dalam Peraturan Desa sesuai dengan kesepakatan saat Musyawarah Desa.
Hal ini juga selaras dengan Keputusan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 3 Tahun 2025 tentang petunjuk Panduan Penggunaan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan dalam Mendukung Swasembada Pangan pada poin D.
Pertanggungjawaban menyebutkan bahwa :
D. Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Kegiatan Ketahanan Pangan Mengikuti Tata Kelola Pengelolaan Keuangan Desa.
1. Setelah melalui proses penyusunan perencanaan dan penetapan, Pemerintah Desa memperhatikan kode rekening kegiatan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (terlampir), karena Dana Desa bagian dari pengelolaan APB Desa.
2. Penyertaan modal dicatat pada pengeluaran pembiayaan dengan kode rekening penyertaan modal BUM Desa atau BUM Desa bersama atau kerja sama Desa.
Dari informasi di atas bahwa atas penyertaan modal dicatat sebagai pengeluaran pembiayaan yang artinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang sifatnya tidak habis untuk konsumsi, melainkan akan kembali atau diterima kembali di masa mendatang
Apakah dana desa bisa digunakan untuk bimtek perangkat desa?
Jawaban:
Petunjuk Penggunaan Dana Desa sudah diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan setiap tahun Peraturan Menterinya berubah.
Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2025 menyebutkan bahwa tidak ada prioritas penggunaan dana desa untuk bimtek perangkat desa.
Jadi bimtek untuk perangkat desa dapat dilaksanakan namun menggunakan selain dana desa, misalnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Desa melaksanakan pembelian makanan dan minuman dikenakan pajak pasal berapa? Berapa besarannya?
Jawaban:
Pembelian makan minum tanpa adanya jasa pramusaji dengan minimum transaksi di atas Rp 2.000.000,- maka dikenakan PPh 22 dengan tarif sebesar 1,5% bagi yang memiliki NPWP dan 3% bagi yang tidak memiliki NPWP.
Untuk pembelian makan dan minum dengan terdapat jasa pramusaji (dilayani) dan peralatan yang disewa maka dikenakan PPh 23 tanpa adanya minimum transaksi. Tarif yang dikenakan adalah sebesar 2% bagi yang memiliki NPWP dan 4% bagi yang tidak memiliki NPWP.
